March 24, 2013

Everybody needs holiday!

Hallo selamat siang! ^^

Post kali ini akan membahas mengenai review atau kesan yang saya dapatkan ketika saya mengikuti perkuliahan Teknik Wawancara hari kamis kemarin. Pada hari itu, materi yang dibahas berjudul Social History, atau biasa disebut dengan riwayat sosial. 

Riwayat sosial adalah rangkaian informasi yang ingin digali dari klien, sejak klien kanak-kanak sampai kondisi klien saat itu. Riwayat sosial ini dapat digali baik secara lisan maupun tertulis. Nah... kenapa sih kita perlu mengetahui riwayat sosial dari klien?

Alasan riwayat sosial dibutuhkan adalah karena siapapun dapat mengalami suatu peristiwa yang persis sama, namun pemaknaan atau persepsi terhadap peristiwa yang sama tersebut tentu tidak sama. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam hidup seseorang tersebut tentu memberikan kontribusi pada munculnya masalah klien.

Terdapat sekitar 17 kategori riwayat sosial yang perlu digali dari klien, beberapa di antaranya adalah family history, educational history, dan recreational preferences. 

Family history berkaitan dengan sejarah keluarga klien mulai dari dimana klien dilahirkan dan dibesarkan, nenek moyang klien, dan sebagainya. Dalam family history ini juga interviewer dapat menggali informasi apakah ada keluarga/saudara klien yang memiliki masalah serupa dengan yang dimiliki oleh klien. Sejarah keluarga ini digali sampai i-ter mengetahui tiga generasi silsilah keluarga klien. Setelah mengetahui keseluruhan sejarah keluarga klien, maka i-ter dapat membuat family genogram dari klien tersebut.

Setelah itu, terdapat educational history yang juga merupakan aspek penting untuk digali dari klien. Educational history menyangkut seberapa baik klien dalam studinya. Setelah mendapat informasi mengenai educational history klien, maka i-ter dapat melihat bagaimana relasi klien dengan lingkungan sekolahnya. Selain itu, dalam point ini saya terkesan dengan kalimat yang diucapkan bu Henny bahwa seseorang mungkin saja memiliki aptitude yang luar biasa, namun akan sia-sia apabila ia tidak memiliki attitude yang baik. Maksudnya, seseorang mungkin dapat masuk ke suatu perusahaan karena ia memiliki aptitude yang luar biasa. Namun apabila ia tidak memiliki attitude yang baik, maka perusahaan pun tidak akan mau mempekerjakan orang tersebut.

Aspek berikutnya yang juga perlu digali dari klien adalah recreational preferences. Dalam aspek ini, i-ter menanyakan kepada klien aktivitas yang biasanya dilakukan klien untuk mendapat hiburan dan kesenangan. Pada saat menjelaskan point ini, saya mendapat suatu informasi baru yang membuat saya terkesan. Selama ini, saya tahu bahwa apabila karyawan suatu perusahaan akan diberikan hak cuti setiap tahunnya. Karyawan dapat mengambil hak cutinya tersebut apabila ia ingin beristirahat atau hendak berliburan. Namun, sebelumnya saya tidak tahu alasan diberikannya hak cuti tersebut.

Bu Henny pun akhirnya menjawab ketidaktahuan saya tersebut dengan mengatakan bahwa karyawan diberikan hak cuti atau hak liburan karena setiap harinya mereka sudah bekerja dengan all out, dari pagi sampai sore, bahkan mungkin ada yang sampai malam. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya burn out atau stress pada karyawan, maka diberikanlah hak cuti tersebut. Saya berpikir, hak cuti mungkin seperti mengisi kembali baterai karyawan tersebut, baik secara fisik maupun mental. Sehingga diharapkan setelah mengambil cuti, seseorang dapat bekerja kembali dengan lebih maksimal.

Well, sekian ulasan dari saya mengenai review dan kesan 
yang saya dapatkan dari kelas Teknik Wawancara. 
Hope you guys get some new lessons like i did :)
Bye, see ya on the next post! ^^

Gambar diambil dari http://thequietstar.wordpress.com/2012/03/14/cuti-aka-holiday/

March 22, 2013

Stop Female Infanticide!


Pernah dengar, ketemu atau kenal pasangan suami istri yang mau anaknya adalah anak laki-laki? Pernah dengar cerita suami yang menyalahkan istrinya karena anak yang dilahirkan istrinya ternyata bukanlah anak laki-laki?

Saya pernah :') 

Cukup miris bagi saya melihat atau mendengar cerita suami yang menyalahkan istrinya karena melahirkan seorang anak perempuan, bukan anak laki-laki seperti yang mereka inginkan. Bahkan akan menjadi lebih miris apabila pasangan pria (ayah) tersebut pada akhirnya tidak menyayangi anak perempuannya.

Bahkan di India, anggapan tersebut masih diyakini dan terjadi apa yang disebut dengan female infanticide. Female infanticide adalah tindakan membunuh anak perempuan yang baru lahir. Anak perempuan yang baru lahir tersebut dapat dibunuh dengan memberi racun organik atau dengan tidak memberikan anak perempuan tersebut makan dan membiarkan anak tersebut mati kelaparan dengan sendirinya. Bukan hanya anak perempuan yang baru lahir, bahkan anak perempuan yang masih dalam kandungan, setelah mereka diketahui berjenis kelamin perempuan, kehamilan tersebut pun akan segera diaborsi. *more info click here*


Gambar diambil dari http://www.askpreeti.com/chit-chat/your-voice-counts-stand-against-female-foeticide.php

Alasan dari female infanticide adalah adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih berguna karena dianggap lebih dapat melindungi keluarganya. Selain itu, anak laki-lak juga dianggap lebih dapat membantu kehidupan dan perekonomian keluarganya. Oleh karena itulah, mereka tidak menginginkan adanya anak perempuan dan membunuh anak-anak perempuan yang baru lahir tersebut.

Cukup tragis dan menyeramkan ya untuk hidup dalam lingkungan yang masih memegang keyakinan tersebut >.< Padahal, anak perempuan saat ini juga banyak yang bekerja dan membantu perekonomian keluarganya. Saya cukup terkejut ketika mengetahui bahwa pada jaman se-modern ini masih ada orang-orang yang meyakini kepercayaan jaman dulu seperti itu.

Masyarakat Indonesia juga dulunya masih meyakini bahwa anak laki-laki dianggap lebih berguna, lebih kuat dan lebih terpandang. Namun, tampaknya saat ini sudah tidak banyak masyarakat Indonesia yang masih berpikiran seperti itu. Kalaupun ada, mungkin mereka adalah orang-orang tua yang semasa mudanya pernah mengalami masa ketidakadilan gender tersebut. 

Well, female infanticide tersebut saat ini juga menjadi concern dari UNICEF dan pemerintahan India. Mereka membuat awareness campaign untuk menyadarkan masyarakatnya akan betapa bodohnya mereka apabila menyia-nyiakan anak perempuannya seperti itu. Hopefully female infanticide benar-benar dapat hilang dan tidak ada lagi anggapan bahwa anak perempuan merupakan anak yang tidak berguna. Selain itu, semoga juga tidak ada lagi tindakan-tindakan pembunuhan anak perempuan seperti itu ya.. Bukan hanya di India tapi di semua negara :)


Gambar diambil dari http://picc.it/c/general/pictures/album/wtf_36536/id/1308763/@stop_female_infanticide

Okay, hope you get some new lessons :)
Thanks for reading and see ya on the next post! ^^

March 17, 2013

Inappropriate Joke?

Hello selamat pagi! ^^

Pada post ini saya akan membahas mengenai kesan yang saya dapatkan ketika saya mengikuti perkuliahan Teknik Wawancara. Perkuliahan hari itu membahas satu materi yang berjudul Keterampilan Dasar Wawancara. 

Pembahasan hari itu dimulai dengan salah satu keterampilan dasar wawancara yang harus dikuasai oleh seorang interviewer (i-ter), yaitu kemampuan membina rapport. Maksudnya adalah membina kondisi yang  yang hangat dan nyaman dengan klien hingga klien akhirnya bercerita kepada i-ter. 

Rapport dapat dimulai dari senyuman hangat, sambutan yang bersahabat, dan sebagainya. Terdapat pula beberapa hal yang harus dihindari ketika sedang membina rapport. Salah satu point dari kemampuan membina rapport tersebut yang menurut saya unik adalah hati-hati dengan humor yang dilontarkan. 

Well, saya sempat berpikir humor seperti apa yang harus dihindari? Dalam kehidupan saya sehari-hari, saya juga seringkali mlontarkan humor-humor saat saya berkomunikasi dengan orang lain. Saat melihat point tersebut, saya tersadar untuk juga menjaga pembicaraan saya kelak apabila saya bertemu dengan klien. 

Namun...bukan berarti kita sama sekali tidak boleh melontarkan humor loh. Hanya saja, humor hendaknya dilontarkan pada situasi, kondisi dan waktu yang tepat. Jika klien sudah mulai menunjukkan senyuman, berikutnya boleh saja kita melontarkan humor untuk lebih mencairkan suasana. Tetapi, tetap saja jangan melontarkan humor yang akan membuat klien tersinggung. 

Apabila i-ter melontarkan humor ketika klien sedang bercertita, atau bahkan sebelum klien bercerita, maka akan terbentuk kesan bahwa i-ter tidak menganggap serius masalah yang dimiliki oleh klien. Klien akan merasa seperti tidak dihargai, karena mereka mungkin saja berpikir bahwa di tengah-tengah masalah yang sedang mereka alami, i-ter malah membuat lelucon atas cerita mereka. Hal tersebut tentu akan merusak rapport yang mungkin sudah sedikit terbentuk. Niat awal untuk mencairkan suasana akan berubah, suasana yang terbentuk berikutnya mungkin akan menjadi lebih kaku. 

Point lain yang juga menurut saya unik dan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya adalah perhatikan karakteristik ruangan, termasuk sediakan kursi dengan tinggi setara. Kursi i-ter dan klien hendaknya memiliki tinggi yang sama. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya. 

Saya personally merasa cukup terkejut. Saya berpikir bahwa bahkan sampai tinggi kursi pun akan mempengaruhi kesan-kesan yang akan terbentuk. Hal tersebut menyadarkan saya untuk semakin tidak sembarangan ketika bertindak ataupun berbicara kelak ketika bertemu dengan klien. Selain itu, melalui pengalaman beberapa kali mengikuti perkuliahan Teknik Wawancara sebelumnya, saya menjadi semakin tertarik untuk lebih mengenal teknik-teknik wawancara lain yang harus dikuasai oleh seorang pewawancara yang baik :)

Well, sekian ulasan dan opini dari saya...
Hope you guys get some new lessons like i did :)
Bye, see ya on the next post! ^^

March 15, 2013

Recipe of Disaster!

Hello selamat pagi! :)

Pada post kali ini saya akan membicarakan kesan yang saya dapatkan ketika saya mengikuti perkuliahan Perilaku Seksual hari kamis kemarin. Hari itu, terdapat dua kelompok yang mempresentasikan materinya masing-masing. Saya termasuk salah satu kelompok yang mendapat giliran presentasi hari itu. Tema presentasi yang kelompok kami bawakan saat itu adalah Divorce.

Pada saat saya menyiapkan bahan presentasi beberapa hari sebelumnya, saya terkesan dengan satu kalimat yang ada dsalam buku Sexuality Now: Embracing diversity. Buku tersebut ditulis oleh Janell L. Carroll, dan dalam buku tersebut tertulis satu kalimat yang menurut saya cukup unik. Kalimat tersebut adalah ...
"Marrying a person with the intention to change his or her personality or bad habits is a recipe for disaster."
Yap, recipe of disaster. Saya personally terkesan dengan kalimat tersebut, karena memang saya melihat banyaknya perceraian yang terjadi saat ini dilandasi oleh alasan-alasan cliche seperti "Kita uda ga cocok lagi, bla bla bla" 

Well, terkadang memang pasangan yang bercerai membuat penilaian yang buruk sebelumnya mengenai pasangan mereka. Banyak pasangan bercerai yang sebenarnya sudah mengetahui sifat atau kebiasaan buruk dari pasangannya namun tetap bersikukuh untuk menikahi pasangannya tersebut. Alasannya seringkali karena mereka mencintai pasangan mereka. That's it. Sekuat itukah cinta tersebut hingga cinta tersebut dapat menutupi segala hal-hal buruk mengenai pasangan? Nampaknya tidak bagi pasangan-pasangan yang akhirnya memutuskan untuk bercerai.

Menurut saya pribadi, tidak salah apabila seseorang tetap ingin menikahi pasangannya walaupun mereka tahu bahwa ada sifat atau kebiasaan buruk dari pasangannya yang mungkin masih belum berubah sepenuhnya saat mereka masih berpacaran. Tidak salah juga apabila seseorang berharap pasangannya yang dinilai memiliki kebiasaan buruk tersebut dapat mengubah sifat dan kebiasaan buruk mereka setelah mereka menikah kelak.

Hal tersebut menurut saya mungkin saja terjadi. Saya melihat beberapa pasangan yang setelah menikah, mereka akhirnya mengubah kebiasaan buruk mereka yang tidak disukai oleh pasangan mereka. Seringkali hal tersebut dilakukan demi pasangan dan anak mereka. Namun, hal tersebut tentu hanya akan terjadi apabila memang pihak yang ingin diubah kebiasaan buruknya tersebut sadar akan kebiasaan buruk yang mereka miliki dan memiliki kesadaran pula untuk mengubahnya. Perubahan kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang lebih baik seperti yang diharapkan tentu saja dapat terjadi :)

Namun..apabila pihak yang ingin diubah kebiasaan buruknya tersebut tidak terlihat memiliki kesadaran untuk berubah serta tidak terlihat adanya tanda-tanda untuk mengubah kebiasaannya tersebut, untuk apa hubungan tersebut dilanjutkan? Jika memang kita merasa bahwa kita tidak akan mampu untuk mentolerir kebiasaan buruk pasangan kita tersebut bahkan jauh sampai kita telah menikah nanti, untuk apa diteruskan? Apabila kasusnya seperti ini, saya setuju dengan pendapat Carroll tersebut.

Namun di sisi lain, apabila memang kita merasa siap untuk menerima pasangan kita tersebut apa adanya, bahkan dengan seluruh kebiasaan buruk yang mereka miliki, sok monggo diteruskan hubungannya sampai ke jenjang pernikahan :)

Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki pasangan yang mempunyai kebiasaan buruk tertentu yang tidak kita sukai? Apakah mereka terlihat memiliki keinginan untuk mengubahnya? Atau apakah kita siap untuk menerima mereka apa adanya, bahkan dengan seluruh kebiasaan buruk yang mereka miliki? :)
Well, sekian ulasan dan opini dari saya. Semoga dapat menjadi bahan perenungan bagi kita semua agar kelak kita dapat menjauhi diri dari "perceraian" itu sendiri :)

Hope you guys like it and get something meaningful after reading my blog :)
Bye, see ya on the next post!

Gambar diambil dari http://www.tumblr.com/tagged/romantic%20quote

March 10, 2013

Why does women being so picky?

Hallo selamat siang! ^^


Pada post kali ini saya akan membahas review atau kesan yang saya dapatkan ketika saya mengikuti perkuliahan Perilaku Seksual hari Kamis kemarin. Pada perkuliahan hari itu, bu Henny memberikan kami kesempatan untuk menonton suatu film yang berjudul Science of Sex Appeal. Selama film tersebut berlangsung, saya terkesan dengan salah sau cuplikan yang menceritakan perbedaan antara manusia dan hewan dalam memikat lawan jenis. 

Dalam dunia hewan, jantan yang lebih banyak merias diri sedemikian rupa untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Betina cenderung lebih pasif dalam upaya memikat lawan jenisnya. Salah satu contohnya adalah burung merak. Burung merak jantan akan mengibaskan sayap di belakang tubuhnya dan membuat motif yang seindah mungkin untuk menarik perhatian dari sang betina. 

Gambar diambil dari http://wolipop.detik.com/read/2011/12/15/095840/1791663/852/3/array


Namun pada manusia, yang berlaku adalah sebaliknya. Wanita yang lebih banyak merias diri, berusaha tampil sebaik mungkin untuk menarik perhatian lawan jenis. Berbagai produk kecantikan ditawarkan untuk membuat tubuh maupun wajah menjadi lebih menarik. Salon-salon kecantikan, berbagai jenis aksesoris juga ditawarkan untuk membuat penampilan seorang wanita menjadi semakin menarik. Wanita juga membutuhkan waktu yang lebih banyak dibandingkan pria untuk mempersiapkan dirinya ketika hendak berpergian. (oh yes i totally agree! :p )

Namun, bukan berarti pria tidak melakukan apapun dalam upaya menarik lawan jenisnya. Hanya saja, pria lebih banyak berusaha menarik perhatian lawan jenisnya dengan memamerkan status, kekayaan dan haknya. Diceritakan bahwa wanita cenderung lebih menyukai pria yang memiliki status dan kedudukan yang tinggi. Selain itu, wanita juga ingin mendapatkan pria yang mapan secara financial. Wanita cenderung berpikir bahwa pria yang memiliki kedudukan tinggi dan memiliki kendaraan pribadi lebih stabil secara financial. 

Wanita memiliki pikiran seperti itu bukan hanya semata-mata untuk menghabiskan harta sang pria. Namun, hal tersebut dikarenakan wanita membutuhkan pria yang mampu menghidupi dan membiayai keluarganya kelak ketika sudah berkeluarga. Wanita juga membutuhka pria yang bertanggung jawab untuk kelak menjadi pasangan hidupnya. Wanita juga diceritakan lebih "pemilih" dalam urusan memilih pasangan. Mengapa demikian?

Hal tersebut dikarenakan pria mungkin dapat berhubungan dengan wanita manapun kemudian pergi meninggalkannya. Hal ini tentu tidak berlaku bagi wanita. Ada harga mahal yang harus dibayar ketika seorang wanita telah berhubungan dengan seorang pria. Wanita harus mengandung selama sembilan bulan, kemudian membesarkan anaknya selama bertahun-tahun. Oleh karena itulah, wanita cenderung lebih pemilih dibandingkan pria, karena tentu wanita membutuhkan pria yang mampu bertanggung jawab akan kehidupannya dan kehidupan anak-anaknya kelak. 

Saya personally setuju dengan cuplikan film tersebut. Pria mungkin dapat membayar wanita manapun untuk menemaninya, dan kemudian pergi meninggalkannya. Sedangkan wanita tidak dapat melakukan hal tersebut. Terlalu besar biaya dan kerugian yang akan wanita alami apabila wanita berhubungan dengan seorang pria dan kemudian pergi meninggalkan pria tersebut. Terlebih apabila ternyata hubungan mereka tersebut berujung pada kehamilan. Oleh karena itu, saya personally juga setuju untuk tidak melakukan free sex before married. Terlalu banyak kerugian yang akan dialami oleh wanita melalui kenikmatan yang hanya sesaat tersebut. Bukan hanya diri sendiri yang dirugikan, tetapi seluruh keluarga juga turut dirugikan. 

So girls, say no to sex before married and use your heart,
your feeling and especially your BRAIN
 when you choose a man and decide to marry him :)

Gambar diambil dari http://moon-muse.tumblr.com/post/7903027870/marriage-from-a-kids-perspective-1-how-do-you

March 7, 2013

Warning Alarm!

Hallo selamat malam! :)

Pada post kali ini, saya akan membahas kesan yang baru saja saya dapatkan beberapa jam yang lalu, tepatnya pada saat saya mengikuti perkuliahan Teknik Wawancara..Seperti acara perkuliahan minggu lalu, hari ini pun terdapat cukup banyak kelompok yang maju untuk mempresentasikan hasil wawancara mereka terhadap seorang psikolog. Presentasi hasil wawancara pada hari ini lebih difokuskan pada psikolog yang bekerja di bidang industri dan pendidikan.

Melalui presentasi teman-teman mahasiswa dan ulasan yang diberikan oleh bu Henny tadi, saya merasa mendapat suatu pelajaran moral baru yang menurut saya dapat menjadi warning alarm ketika saya bekerja nanti...Salah satu kelompok yang mempresentasikan hasil wawancara mereka terhadap seorang psikolog industri mengatakan bahwa subjek yang mereka wawancarai bukanlah seorang sarjana Psikologi. Subjek mereka ternyata adalah seorang sarjana Teknik Elektro. Saya cukup terkejut mendengar hal itu. Seketika itu juga, saya berpikir "lho kok bisa??" 

Bagaimana bisa seorang sarjana Teknik Elektro mengerti tentang teknik wawancara, observasi dan penggunaan psikotes yang baik dan benar? Bagaimana cara ia menjalani pekerjaannya tersebut? Pada saat itu, beberapa teman mahasiswa mengajukan pertanyaan mengenai hal tersebut kepada kelompok. Bu Henny pun ikut memberikan jawaban dan penjelasan atas hal tersebut. Beliau mengatakan bahwa memang ketika berada dalam dunia kerja nanti, kita mungkin akan bertemu dengan orang-orang yang bekerja di bidang HRD ataupun sebagai guru BP, namun tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan bahwa mereka dapat memiliki kemampuan wawancara yang baik, bahkan mungkin lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang baru saja lulus S1 Psikologi. Bagaimana bisa??

Bu Henny menjelaskan bahwa kemungkinan pertama adalah orang tersebut telah memiliki banyak pengalaman dalam wawancara. Hal tersebut dapat membuat mereka mampu melakukan wawancara dengan baik dan benar. Oleh karena itu, apabila kelak kita sudah lulus dan bekerja pada suatu perusahaan/sekolah dan bertemu dengan orang-orang yang bukanlah seorang lulusan sarjana Psikologi, jangan dengan sombongnya mengatakan bahwa diri kita pasti lebih baik dibandingkan orang tersebut. Hal ini dikarenakan bisa saja mereka memang lebih baik dari kita yang baru saja lulus S1 Psikologi.

Tetapi, bukan berarti suatu saat kita tidak dapat menjadi lebih baik dari mereka. Keuntungan yang dimiliki oleh seorang sarjana Psikologi adalah kita mempelajari teori-teori yang juga merupakan senjata kita dalam membuat suatu penilaian. Selain itu, latihan dan pengalaman juga dapat membuat kita suatu saat nanti bahkan menjadi lebih baik dan lebih ahli dari orang tersebut.

Pada saat mendengar penjelasan tersebut, saya seperti mendapat pencerahan atas pertanyaan yang sempat timbul dalam pikiran saya. Selain itu, saya personally tertegur karena jujur saja sebelum mendengar penjelasan tersebut, saya berpikir bahwa pekerjaan di bidang HRD maupun pekerjaan sebagai seorang guru BP hanyalah milik seorang sarjana Psikologi. Saya seperti mendapat suatu warning alarm untuk tidak sombong dan merendahkan orang lain yang mungkin bukanlah seorang sarjana Psikologi di dunia kerja nanti. Setelah mendengar penjelasan dari beliau di kelas tadi, saya juga menjadi sadar akan betapa bodoh dan sombongnya pikiran saya selama ini. Thanks to her for realizing me hehehe :)


Well, sekian ulasan dari saya..
Hope you guys like it and also get some new lesson like i did :)
Bye, see ya on the next post! ^^

March 5, 2013

Sissy-boys? ;;)

Hallo selamat sore! :)

Sore ini saya akan lebih banyak menuliskan kesan saya dalam kelas Perilaku Seksual hari kamis kemarin. Selain itu, saya juga akan sharing beberapa hal dalam post kali ini. Pada hari itu, terdapat dua kelompok yang mempresentasikan dua topik serupa, yaitu mengenai Homosexual dan Homophobia..

Penjelasan dari teman-teman mahasiswa mengenai Homosexual saat itu cukup menarik, diselingi oleh beberapa lelucon yang membuat kelas saat itu menjadi tidak terlalu kaku. Pada saat kelompok pertama mempresentasikan bahan yang telah mereka persiapkan, ada 1 slide yang membuat saya tersenyum dan teringat akan pengalaman saya ketika berkunjung ke negara lain. Kata tersebut adalah "sissy-boys" ;;)

Entah kenapa seketika itu juga saya tersenyum dan teringat akan pengalaman saya ketika saya berlibur ke Thailand. Tentu banyak dari kita yang sudah tahu bahwa di negara gajah tersebut terdapat sangat banyak "sissy-boys". Namun, warga-warga Thailand lebih sering menyebut mereka dengan sebutan lady boy. Well, apapun sebutannya, kita tahu bahwa mereka awalnya adalah seorang lelaki, yang kemudian mendandani diri mereka hingga mereka menjadi seperti seorang perempuan. Bahkan, ketika saya mendatangi suatu pertunjukkan dari para lady boy tersebut, mereka benar-benar terlihat cantiiiiikkkkk ::)

Beberapa dari mereka benar..benar..cantik.
Beberapa bahkan terlihat seperti barbie daaaan hampir setiap mereka memiliki tubuh yang molek, tanpa lemak di perut mereka, hahahaha :p
Sebenarnya saya ingin sharing foto saya dengan salah satu dari lady boy tersebut, namun sayangnya foto tersebut hilang :(
Dalam foto tersebut, saya yang sebenarnya adalah seorang wanita tulen terlihat seperti upik abu ketika berada di sampingnya -___-

Hehehe..tapii saya tetap kagum dengan mereka loh..Hanya saja, suara mereka memang tidak dapat ditutupi..Apabila mereka dapat menutupi penampilan mereka dengan begitu sempurnanya, mereka tidak dapat menutupi suara asli mereka. Suara mereka tetap saja terdengar berat dan tetap terdengar seperti suara pria ketika mereka berbicara :)

Kembali pada presentasi kelompok 1 hari itu, dalam slide mereka juga ditampilkan foto seorang selebritis Indonesia yang merupakan seorang lelaki, namun mendandani dirinya hingga menyerupai wanita. Sayangnya, lady boy yang ada di Indonesia tidak secantik lady boy yang ada di Thailand. Menurut kebanyakan pria yang saya kenal, mereka menganggap lady boy di Indonesia sebagai sosok yang menyeramkan.. Mungkin karena dandanan mereka yang terkadang terlalu berlebihan dan tidak pada tepatnya :)

Oh ya, bagi teman-teman yang mungkin tertarik untuk berlibur ke Thailand dan melihat langsung pertunjukkan dari lady boy tersebut, atau mungkin yang tertarik untuk melihat seberapa "cantik"nya mereka, bisa klik disini :) *promosi* hehehe :p

Well, sekian ulasan dari saya..hope you like it and thanks for reading ^^
bye, see ya on the next post! :)

March 3, 2013

Review Teknik Wawancara: Psikolog Klinis Anak

Hallo selamat siaang :)

Dalam post ini saya akan membicarakan mengenai kesan saya dalam kelas yang berbeda dari yang sebelum-sebelumnyanya, yaitu kali ini dalam kelas Teknik Wawancara :)

Well, dalam kelas Teknik Wawancara hari kamis kemarin, terdapat 4 kelompok yang mempresentasikan hasil wawancara mereka dengan para psikolog, baik psikolog dewasa maupun psikolog anak..

Pada post kali ini, saya akan lebih banyak membicarakan mengenai wawancara terhadap psikolog anak, karena saya pribadi lebih tertarik pada bahasan tersebut..Melalui presentasi kelompok kemarin, salah satu kelompok yang mewawancarai psikolog anak mengatakan bahwa wawancara bagi subjek mereka adalah alat untuk menggali data. Kemudian, ketika membahas mengenai kendala yang dihadapi, subjek kelompok tersebut mengatakan bahwa terkadang kendala berasal dari subjek yang tidak kooperatif dan agak menutup diri. Bagaimana cara mengatasinya?

Caranya adalah dengan menggunakan teknik pendamping lain, seperti menggunakan boneka, mainan, play dough ataupun media lainnya. Psikolog yang diwawancarai kelompok tersebut mengatakan bahwa memang wawancara adalah teknik utama, namun dalam menghadapi orang-orang tertentu, wawancara membutuhkan adanya suatu teknik pendamping. Untutk apa sih teknik pendamping tersebut?

Teknik pendamping berupa media lain tersebut ternyata digunakan untuk terlebih dulu melakukan pendekatan dengan anak yang akan kita wawancarai. Anak biasanya akan lebih terbuka ketika mereka mulai merasa nyaman dan familiar dengan kita. Dengan bantuan media lain seperti yang telah disebutkan tadi, psikolog dapat tetap mengumpulkan data bahkan ketika anak sedang bermain. Hal tersebut dapat dilakukan misalnya ketika anak sedang bermain boneka ataupun mainan lainnya, psikolog bertanya peran apa yang akan si anak berikan pada tiap boneka tersebut.. Melalui cerita yang akan anak tersebut katakan, psikolog dapat menganalisa bagaimana hubungan yang dimiliki anak dengan keluarganya atau dengan peran-peran yang diberikan pada boneka tersebut.

Kemudian, setelah anak mulai dekat dan familiar dengan psikolog tersebut, maka akan dilakukan wawancara yang lebih mendalam. Begitulah cara yang biasa dilakukan subjek kelompok tersebut dalam mengumpulkan data. Waktu yang akan dihabiskan untuk mengumpulkan data dari anak-anak memang tidak dapat diperkirakan, tergantung seberapa cepat psikolog mampu membina hubungan yang dekat dengan anak. Namun, yang pasti data akan tetap terkumpul, walaupun mungkin tidak dengan interview secara langsung, melainkan dengan menggunakan media-media lainnya.

Saya pribadi merasa tertarik dengan pembahasan mengenai wawancara dengan anak-anak. Memang akan membutuhkan tenaga ekstra apabila kita mewawancarai anak-anak. Bukan hanya ekstra tenaga, namun juga ekstra ruangan praktek dan ekstra waktu. Namun, akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri apabila kita dapat membantu mengatasi permasalahan yang dimiliki anak tersebut. Umumnya, orang tua yang datang ke psikolog anak memiliki masalah dengan anak mereka. Akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri apabila psikolog dapat membantu anak tersebut dan anak berkembang dan tumbuh ke arah yang lebih positif dan lebih baik. Hingga akhirnya..sang anak dapat tumbuh menjadi seorang dewasa yang sehat, baik secara fisik maupun mental :)

Nah, dalam post kali ini juga saya akan menampilkan beberapa gambar play dough. Bagi teman-teman yang belum tahu seperti apa sih play dough tersebut? Semoga gambar-gambar berikut dapat membantu memperluas wawasan teman-teman mengenai wujud dari play dough..hehehehe ^^



Gambar diambil dari http://winemommies.com/super-play-doh-recipes-for-everyone/

Gambar dimbil dari http://www.modernmummy.co.uk/2012/06/how-to-make-home-made-play-dough.html

 Gambar dimbil dari http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Play_dough_04784.jpg

Well, sekian ulasan dari saya mengenai kesan dalam kelas Teknik Wawancara, 
hope you like it and thanks for reading :) 
see ya on the next post! ^^